ANTIHISTAMIN


Anti Histamin
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam).
1.H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi
Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
a.       Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor) feniramin, difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen (Zaditen), dan oksatomida (Tinset).
Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis.
b.      Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex), setirizin, loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistamin hidrofil dan sukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t2-nya yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat sintesis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.

2.H2-blockers (Penghambat asma)

obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.

Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
Zat-zat yang berdaya antikolinergik dan sedative agak kuat :
1.DERIVAT ETANOLAMIN (X=O)
a.Difenhidramin : Benadryl
Antihistamin ini juga bersifat spasmolitik, anti-emetik dan antivertigo (pusing-pusing). Berguna sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson, juga digunakan sebagai obat anti-gatal pada urticaria akibat alergi (komb. Caladryl, P.D.).
b.Kiemastin: Tavegyl (Sandos)
Memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituent siklik (pirolidin). Daya antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya pesat, dalam beberapa menit dan bertahan lebih dari 10 jam. Antara lain mengurangi permeabilitas dari kapiler dan efektif guna melawan pruritus alergis (gatal-gatal).

2.DERIVAT ETILENDIAMIN (X=N)

Obat-obat dari kelompok ini umumnya memiliki daya sedative yang lebih ringan.
•Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba)
Daya antihistaminiknya kurang kuat, tetapi tidak merangsang selaput lender. Maka layak digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) sebagai preparat kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine, Ciba).
•Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon)
Kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat reaksi alergi (terbakar sinar matahari, sengatan serangga, dan lain-lain).
•Mepirin (Piranisamin)
Adalah derivate metoksi dari tripelenamin yang digunakan dalam kombinasi dengan feniramin dan fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada hay fever.
 •Klemizol ( Allercur, Schering)
Adalah derivate klor yang kini hanya digunakan dalam preparat kombinasi anti-selesma (Apracur, Schering) atau dalam salep/suppositoria anti wasir (Scheriproct, Ultraproct, Schering).
Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin :
1.           Tripelnamain HCl, mempunyai efek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
2.           Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
3.           Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

3.DERIVAT PROPILAMIN (X=C)
Obat-obat dari kelompok ini memiliki daya antihistamin kuat.
Beberapa turunan propilamin antara lain :
1.      Feniramin maleat; Avil ; Trimeton; Inhiston maleat
Berupa garam yang berwarna putih dengan sedikit bau seperti amin yang larut dalam air, dan alkohol. Feniramin maleat merupakan anggota seri yang paling kecil potensinya dan dipasarkan sebagai rasemat . 
Dosis lazim : 20 – 40 mg, sehari 3 kali
2.      Klorfeniramin maleat ;  Chlortrimeton
      maleat; CTM ; Pehachlor
Berupa puder kristalin putih, larut dalam air, alkohol dan kloroform. Mempunyai pKa 9,2 dan larutannya dalam air memounyai pH 4-5. Klorinasi ferinamin pada posisi para dari cincin fenil memberikan kenaikan potensi 10 x dengan perubahan toksisitas tidak begitu besar. Hampir semua aktivitas antihistamin terletak pada enantiomorf dektro. Dektro-klor dan brom feniramin lebih kuat daripada levonya.
3.      Dekstroklorfeniramin maleat = Polaramine maleat
merupakan enantiomer klorfeniramin yang memutar kekanan. Isomer ini aktivitas anti histaminnya paling dominan dan mempunyai konfigurasi S yang super  imposable pada konfigurasi S enantiomorf karbinok - samin levorotatori yang lebih aktif.
4.      Bromfeniramin maleat = Dometane maleat
 Kegunaan sama dengan klorfeniramin maleat senyawa ini mempunyai waktu kerja yang panjang dan efektif dalam dosis 50 x lebih kecil daripada dosis tripelenamin.
5.      Dekstrobromfeniramin maleat = Disomer
Aktivitasnya didominasi oleh isomer dekstro, dan potensinya sebanding.

4.DERIVAT PIPERAZIN
Obat-obat kelompok ini tidak memiliki inti etilamin, melainkan piperazin. Pada umumnya bersifat long-acting, lebih dari 10 jam.
a.Siklizin : Marzine
Mulai kerjanya pesat dan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama digunakan sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat ini sebaiknya jangan diberikan pada wanita hamil pada trimester pertama.
b.Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF)
Derivat cinnamyl dari siklizin ini disamping kerja antihistaminnya juga berdaya vasodilatasi perifer. Sifat ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriol-arteriol perifer dan di otak (betis,kaki-tangan) yang disebabkan oleh penghambatan masuknya ion-Ca kedalam sel otot polos. Mulai kerjanya agak cepat dan bertahan 6-8 jam, efek sedatifnya ringan. Banyak digunakan sebagai obat pusing-pusing dan kuping berdengung (vertigo, tinnitus).

5.DERIVAT FENOTIAZIN
Senyawa- senyawa trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu kuat dan seringkali berdaya sentral kuat dengan efek neuroleptik.
a.Prometazin: (Phenergan (R.P.)).
Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi-reaksi alergi akibat serangga dan tumbuh-tumbuhan, sebagai anti-emetik untuk mencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu juga pada pusing-pusing (vertigo) dan sebagai sedativum pada batuk-batuk dan sukar tidur, terutama pada anak-anak. Efek samping yang umum adalah kadang-kadang dapat terjadi hipotensi,hipotermia(suhu badan rendah), dan efek-efek darah (leucopenia, agranulocytosis)
•Tiazinamium (Multergan, R.P.)
•Oksomemazin (Doxergan, R.P.)
•Alimemazin (Nedeltran®)
•Fonazin (Dimetiotiazin)
b.Isotipendil: Andantol (Homburg)
Derivat aso-fenotiazin ini kerjanya pendek dari prometazin dengan efek sedatif lebih ringan.
•Mequitazin (Mircol, ACP)
•Meltidazin (Ticaryl, M.J.)

Farmakodinamik :
Fenotiazin mempunyai efek farmakologi yang meliputi efek pada susunan saraf pusat, system otonom, dan system endokrin. Efek terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai reseptor diantaranya dopamine, reseptor α-adrenergik, muskarinik, histamine H1 dan reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. Pada ssp menimbulkan sedasi. Pada otot rangka menyebabkan relaksasi otot rangka. Dan pada hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat.
Farmakokinetik :
Kebanyakan antipsikosis di absorpsi sempurna, sebagian diantaranya mengalami metabolism lintas pertama. Bioavailabilitas klorpromazin dan tioridazin berkisar 25-3% sedangkan haloperidol mencapai 65%. Kebanyakan antipsikosis bersifat larut dan terikat kuatdengan protein plasma serta memiliki volume distribusi yang besar (lebih dari 7 L/Kg). metabolit klorpromazin di temukan di urin sampai beberapa minggu setelah pemerian obat terakhir.
Hubungan struktur dan aktivitas
1.      Gugus pada R2 dapat menentukan kerapatan elektron system cincin. Senywa mempunyai aktivitas yang besar bila gugus pada Rr bersifat penarik electron dan tidak terionisasi. Makin besar kekuatan penarik electron makin tinggi aktifitasnya. Substitusi pada R2 dengan gugus Cl atau CF3 akan meningkatkan aktifitas. Substituent CF3 lebih aktif disbanding Cl karena mempunyai kekuatan penarik electron lebih besar tetapi efek samping gejala ekstrapiramidal ternyata juga lebih besar. Substitusi pada R2 dengan gugus tioalkil (SCH3), senyawa tetap mempunyai aktifitas tranquilizer dan dapat menurunkan efek samping ekstrapiramidal. Substitusi dengan gugus asli (COR), senyawa tetapmenunjukkan aktifitas tranquilizer.
2.      Substitusi pada posisi 1,3 dan 4 pada kedua cincin aromatic akan menghilang aktifitas transquilizer.
3.      Bila jumlah atom C yang mengikat nitrogen adalah 3, senyawa menunjukkan aktifitas tranquilizer optimal. Bila jumlah atom C = 2, senyawa menunjukkan aktifitas penekan ssp yang moderat tetapi efek antihistamin dan anti Parkinson lebih dominan.
4.      Adanya percabangan pada posisi β–alkil dapat mengubah aktifitas farmakologisnya. Substitusi β–metil dapat meningkatkan aktifitas antihistamin dan antipruritiknya. Adanya substitusi tersebut menyebabkan senyawa bersifat optis aktif dan stereoselektif. Isomer levo lebih aktif di bandingkan dengan isomer dekstro.


TURUNAN ETER AMINO ALKIL (KOLAMIN)










Hubungan struktur dan aktifitas
1.      Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatik akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
2.      Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik.
3.      Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.


Daftar Pustaka

Ganis S.G, Setiabudy R, Suiyatna. F.D. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI Press.
Siswanto. 2000. Kimia Medisinal jilid 2. Jakarta : Airlangga.


Pertanyaan :
1.      Dalam peran mengobati alergi, bagaimanakah kerja dari obat antihistamin ?
2.      Berikan contoh obat antihistamin yang umum di gunakan ?
3.      Jelaskan mekanisme kerja dari AH1 dan AH2 ?
4.      Antihistamin tentu memiliki efek samping, apa saja efek samping yang paling sering terjadi dari penggunaan obat antihistamin?
5.      Berikan beberapa contoh obat antihistamin yang efektif digunakan!

Komentar

  1. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 4
    berdasarkan beberapa buku dan artikel yang saya baca efek Samping Antihistamin: Mengantuk adalah efek samping utama pada sebagian besar antihistamin golongan lama, walaupun stimulasi yang paradoksikal dapat terjadi meski jarang (terutama pada pemberian dosis tinggi atau pada anak dan pada lanjut usia). Mengantuk dapat menghilang setelah beberapa hari pengobatan dan jauh kurang dengan antihistamin yang lebih baru.
    Efek samping yang lebih sering terjadi dengan antihistamin golongan lama meliputi sakit kepala, gangguan psikomotor, dan efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. selain itu dapat menyebabkan diskaria , walaupun jarang terjadi, ruam,serta juga dapat menyebabkan sensitiasi pada pemakaian topikal

      Hapus
    2. saya setuju dengan pendapat ummi, efek mengantuk pada AH1 generasi kedua lebih berkurang daripada daripada AH1 generasi pertama. karena generasi kedua perbaikan dari generasi pertama

      Hapus
  2. Menghambat reseptor H1 H1-blockers (antihistaminika klasik) Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
    Menghambat reseptor H2. H2-blockers (Penghambat asma) obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.

    BalasHapus
  3. hai mufty, wahh sangat bermanfaat sekali infonya. disini saya akan mencoba membantu menjawab pertanyaan no. 1 yaitu bagaimana mekanisme kerja antihistamin dalam mengatasi reaksi alergi. jawabannya adalah Histamin dapat meniwahhkan efek bika berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3. Interaksi histamin dengan reseptor H1 menyebabkan interaksi oto polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan meningkatkan sekresi usus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma protein yang menyebabkan sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini di blok oleh antagonis-1. Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung di sebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini di blok oleh antagonis H2. Reseptor H3 adalah resptor histamin yabg baru di ketemukan pada tahun 1987 oleh arrange dan kawan-kawan, terletak pada ujung syaraf aringan otak dan jaringan perifer yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini di blok antagonis H3.
    semoga membantu mufty:)

    BalasHapus
  4. hai mufty, wahh sangat bermanfaat sekali infonya. disini saya akan mencoba membantu menjawab pertanyaan no. 1 yaitu bagaimana mekanisme kerja antihistamin dalam mengatasi reaksi alergi. jawabannya adalah Histamin dapat meniwahhkan efek bika berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3. Interaksi histamin dengan reseptor H1 menyebabkan interaksi oto polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan meningkatkan sekresi usus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma protein yang menyebabkan sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini di blok oleh antagonis-1. Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung di sebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini di blok oleh antagonis H2. Reseptor H3 adalah resptor histamin yabg baru di ketemukan pada tahun 1987 oleh arrange dan kawan-kawan, terletak pada ujung syaraf aringan otak dan jaringan perifer yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini di blok antagonis H3.
    semoga membantu mufty:)

    BalasHapus
  5. hi armi, saya ingin membantu menjawab pertanyaan ke 4 mengenai efek samping dari anti histamin. saya beri contoh salah satu obat yang sering di gunakan adalah cetirizin ES nya:
    Reaksi alergi yang semakin buruk seperti pembengkakan pada wajah, lidah, leher, tenggorokan, hingga sulit untuk bernapas.
    Mengalami kejang-kejang.
    Hingga memar pada bagian bawah jaringan/lapisan kulit yang disertai mudah terjadinya pendarahan.

    BalasHapus
  6. Untuk jawaban no 2. menurut saya antihistamin yang sering digunakan adalah cimetidin, ranitidin, cetirizin, dan CTM

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya saya setuju dengan yasir, namun untuk penggunaan dapat di konsultasikan dahulu ke dokter agar efek samping yang tidak di inginkan dapat dihindarkan

      Hapus
    2. benar sekali. yang paling banyak digunakan adalah ctm karena juga mempertimbangkan segi ekonomi

      Hapus
  7. Saya akan membantu menjawab permasalahan no. 1
    Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2 dan H3.
    Antagonis-H1 terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi.
    Menurut Suswandono dan Bambang (2008), Antagonis-H1 bekerja dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamin pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Diklinik digunakan untuk mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca, misalnya radang selaput lendir hidung, bersin, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit, seperti pruriti untikaria, ekzem dan dermatitis.

    BalasHapus
  8. Pertanyaan no.4
    Antagonis H1
    Efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare. Efek samping akibat efek muskarinik ini tidak terjadi pada antagonis H1 generasi II. Meskipun jarang, efek samping pada antagonis H1 generasi II dapat berupa torsades de pointes, yaitu terjadi perpanjangan interval QT. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan obat, terutama terfenadin dan astemizol, dalam dosis takar lajak, adanya gangguan hepatik yang mengganggu sistem sitokrom P450, atau adanya interaksi dengan obat lain. Perpanjangan QT interval diduga terjadi karena obat-obat tersebut menghambat saluran K+. Selain itu, juga dapat terjadi dermatitis alergik karena penggunaan topikal. Pada keracunan akut antagonis H1 , dapat terjadi suatu sindrom beruapa adanya halusinogen, ataksia, tidak adanya koordinasi otot, dan kejang.

    Antagonis H2
    Laporan yang terbanyak tentang efek samping adalah simetidin dan ranitidin karena banyak penderita yang telah diobati dengan kedua macam obat ini. Namun, secara keseluruhan, kejadian efek samping kedua obat tersebut rendah. Efek samping simetidin, pernah dilaporkan dapat berupa pusing, sakit kepala, lesu, nyeri otot, gangguan seksual, ginekomastia, dan diare. Gejal SSP, seperti somnolens dan kebingungan lebih banyak lagi terjadi pada orang tua dan gangguan penderita ginjal. Hilangnya libido, impoten, dan ginekomastia terjadi pada gangguan simetidin jangka panjang, dan diduga karena obat ini meningkatkan prolaktin dan mengikat reseptor androgen. Simetidin juga dilaporkan dapat menghambat sitokrom P450 hati dan menimbulkan gangguan darah, seperti trombositopenia, granulositopenia, dan neutropenia. Sementara itu, pada ranitidin, kejadian kebingungan, ginekomastia, gangguan seksual, ataupun gangguan darah lebih jarang terjadi dibandingkan dengan simetidin. Efek samping famotidin yang sering terjadi berupa sakit kepala, konstipasi bahkan diare dan kejadian efek samping tersebut hampir sama dengan nizatin.

    Daftar Pustaka
    Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

    BalasHapus
  9. nmr 2 dan 5 biasa di gunakan CTM karna sgt mudah utk mndptkan obatnya dan tentunya tanpa resep

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju, bahwa antihistamin yg efektif dan biasanya digunakan yaitu CTM

      Hapus
    2. Selain itu obat yg bnyak digunakan adalah cimetidin, ranitidin dan cetirizin.
      Dimana obat-obatan tersebut dapat diperoleh di apotek ataupun toko obat

      Hapus
    3. Saya ingin menambahkan klo ctm itu sendiri memiliki efek sedatif

      Hapus
  10. menurut saya jawaban no 5 yaitu antihistamin golongan H1

    BalasHapus
  11. Untuk pertanyaan no 5 ,menurut saya kita tidak dapat menentukan antihistamin mana yanh paling efektif karena obat golongan ini tidak hanya memiliki satu efek yang sama jadi untuk menentukan efektif atau tidaknya akan disesuaikan dengan kondisi pasien itu sendiri,tetapi sebagai contoh berdasarkan peresepan yang diberikan oleh dokter di RDUD Raden Mattaher Jambi pada anti histamin yang memiliki efek sebagai anti alergi cetirizin lebih sering digunakan dibandingkan loratadin yang memiliki efek sama,hal ini dikarenakan cetirizin menimbulkan efek samping mengantuk yang lebih sedikit dibanding loratadin selain itu juga waktu onset yang dibutuhkan cetirizin lebih singkat dari pada loratdin (waktu pemberian efek yang diberikan oleh loratadin akan terasa setelah 24 jam pemakaian pertama)

    BalasHapus
  12. 5. AH Generasi ketiga(CDL dan Norastemizole) Kadar antihistamin generasi ketiga ini dalam plasma mempunyai batas keamanan yang lebih baik, sehingga dapat digunakan secara luas seperti pada rinitis alergika, urtikaria dan kemungkinan untuk asma. Namun, obat ini belum dipasarkan di Indonesia.

    BalasHapus
  13. untuk jawaban nomor 2. salah satunya adalah cetirizine

    BalasHapus
  14. Antihistamin yang saat ini menjadi perhatian para klinisi dan lebih mulai dipertimbangkan dalam penggnaan klinis adalah Cetirizine yang merupakan antihistamin yang sangat kuat dan spesifik. Cetirizine merupakan antagonis reseptor histamin-1(H1) generasi kedua yang aman digunakan pada terapi alergi. Selain mempunyai efek antihistamin, cetirizine juga mempunyai efek antiinflamasi. Efek antiinflamasi cetirizine terutama ditunjukkan melalui penghambatan kemotaksis sel inflamasi. Efek antiinflamasi cetirizine juga tercapai melalui penghambatan ekspresi molekul adhesi yang berperan dalam proses penarikan sel inflamasi.

    BalasHapus
  15. saya akan menjawab pertanyaan no. 1 antihistamin bekerja dengan cara menduduki reseptor histamin sehingga histamin tidak dapat berikatan dengan reseptor dan menimbulkan efek

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya, saya sependapat dengan nurul, dimana AH1 bekerja secara kompetisi dengan histamin pada reseptor H1 sehingga histamin tidak dapat berikatan pada reseptor dan tidak menimbulkan efek alergi

      Hapus
  16. hai army,saya juga akan menjawab pertanyaan nomor 1
    1.H1-blockers (antihistaminika klasik)
    Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi
    2.H2-blockers (Penghambat asma)
    obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
    Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,
    famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.

    BalasHapus
  17. no 2: Cetirizine, Loratadine,Fexofenadine,Diphenhydramine

    BalasHapus
  18. No 3
    Antagonis Reseptor Histamin H1
    Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.

    2. Antagonis Reseptor Histamin H2
    Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.

    BalasHapus
  19. saya akan menjawab pertanyaan no 3
    Menghambat reseptor H1 H1-blockers (antihistaminika klasik) Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.

    Menghambat reseptor H2. H2-blockers (Penghambat asma) obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.

    BalasHapus
  20. assalamualaikum saya akan menambah kan Efek samping yang lebih sering terjadi dengan antihistamin golongan lama meliputi sakit kepala, gangguan psikomotor, dan efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur,selain itu dapat menyebabkan diskaria , walaupun jarang terjadi, ruam,serta juga dapat menyebabkan sensitiasi pada pemakaian topikal

    BalasHapus
  21. saya menjawab pertanyaan ke 4 mengenai efek samping dari anti histamin.
    contoh salah satu obat yang sering di gunakan adalah cetirizin ES nya:
    Reaksi alergi yang semakin buruk seperti pembengkakan pada wajah, lidah, leher, tenggorokan, hingga sulit untuk bernapas.
    Mengalami kejang-kejang.
    Hingga memar pada bagian bawah jaringan/lapisan kulit yang disertai mudah terjadinya pendarahan.

    BalasHapus
  22. 5. Generasi pertama. Jenis ini memiliki efek menenangkan. Ketika diminum, ada efek samping umum yang bisa Anda rasakan seperti mengantuk, pusing, konstipasi, mulut kering, gangguan dalam berpikir, penglihatan buram dan sulit mengosongkan kandung kemih.

    Jenis-jenis antihistamin generasi pertama antara lain clemastine, alimemazine, chlorphenamine, cyproheptadine, hydroxyzine, ketotifen dan promethazine.

    Generasi kedua. Jenis ini tidak memiliki efek penenang. Ketika diminum, efek mengantuk tidak akan sebesar obat generasi pertama. Meski begitu, Anda tetap harus berhati-hati ketika mengonsumsinya sambil mengemudi dan mengoperasikan alat berat. Karena efek mengantuk masih mungkin bisa terjadi. Antihistamin generasi kedua memiliki efek samping yang lebih sedikit ketimbang generasi pertama. Efek sampingnya yaitu mulut kering, sakit kepala, hidung kering, dan merasa mual.

    Jenis-jenis antihistamin generasi kedua antara lain fexofenadine, levocetirizine, loratadine, mizolastine acrivastine, cetirizine, dan desloratadine.

    BalasHapus
  23. antihistamin yang efektif menurut saya seperti cetirizine, loratadin, simetidin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN SINTESA IODOFORM

ANALGETIKA