ANTIHISTAMIN
Anti
Histamin
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek
histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan
saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah
ditemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972, yang disebut
reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua
tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin
juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (sH1-blockers
atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat
penghambat-asam).
1.H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir
histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan
efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya
adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi
alergi
Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
a. Obat
generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor) feniramin,
difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin
(Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen (Zaditen), dan
oksatomida (Tinset).
Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis.
Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis.
b. Obat
generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex),
setirizin, loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin). Zat- zat
ini bersifat khasiat antihistamin hidrofil dan sukar mencapai CCS (Cairan
Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan
lainnya adalah plasma t⅟2-nya
yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek
anti-alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat sintesis
mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.
2.H2-blockers (Penghambat asma)
obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan
senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
Zat-zat yang berdaya
antikolinergik dan sedative agak kuat :
1.DERIVAT ETANOLAMIN (X=O)
a.Difenhidramin : Benadryl
Antihistamin ini juga
bersifat spasmolitik, anti-emetik dan antivertigo (pusing-pusing). Berguna
sebagai obat tambahan pada Penyakit Parkinson, juga digunakan sebagai obat
anti-gatal pada urticaria akibat alergi (komb. Caladryl, P.D.).
b.Kiemastin: Tavegyl (Sandos)
Memiliki struktur yang
mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituent siklik (pirolidin). Daya
antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya pesat, dalam beberapa menit dan
bertahan lebih dari 10 jam. Antara lain mengurangi permeabilitas dari kapiler
dan efektif guna melawan pruritus alergis (gatal-gatal).
2.DERIVAT ETILENDIAMIN (X=N)
Obat-obat dari kelompok
ini umumnya memiliki daya sedative yang lebih ringan.
•Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba)
Daya antihistaminiknya
kurang kuat, tetapi tidak merangsang selaput lender. Maka layak digunakan untuk
mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) sebagai preparat
kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine, Ciba).
•Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon)
Kini hanya digunakan
sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat reaksi alergi (terbakar sinar matahari,
sengatan serangga, dan lain-lain).
•Mepirin (Piranisamin)
Adalah derivate metoksi
dari tripelenamin yang digunakan dalam kombinasi dengan feniramin dan
fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada hay fever.
•Klemizol (
Allercur, Schering)
Adalah derivate klor
yang kini hanya digunakan dalam preparat kombinasi anti-selesma (Apracur,
Schering) atau dalam salep/suppositoria anti wasir (Scheriproct, Ultraproct,
Schering).
Hubungan struktur antagonis H1
turunan etilen diamin :
1.
Tripelnamain
HCl, mempunyai efek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek
samping lebih rendah.
2.
Antazolin
HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin
lain.
3.
Mebhidrolin
nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system
heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.
3.DERIVAT PROPILAMIN (X=C)
Obat-obat dari kelompok
ini memiliki daya antihistamin kuat.
Beberapa turunan propilamin antara lain :
1. Feniramin
maleat; Avil ; Trimeton; Inhiston maleat
Berupa
garam yang berwarna putih dengan sedikit bau seperti amin yang larut dalam air,
dan alkohol. Feniramin maleat merupakan anggota seri yang paling kecil
potensinya dan dipasarkan sebagai rasemat .
Dosis lazim : 20 – 40 mg, sehari 3
kali
2. Klorfeniramin
maleat ; Chlortrimeton
maleat; CTM ; Pehachlor
Berupa puder kristalin putih, larut
dalam air, alkohol dan kloroform. Mempunyai pKa 9,2 dan larutannya dalam air
memounyai pH 4-5. Klorinasi ferinamin pada posisi para dari cincin fenil
memberikan kenaikan potensi 10 x dengan perubahan toksisitas tidak begitu besar.
Hampir semua aktivitas antihistamin terletak pada enantiomorf dektro.
Dektro-klor dan brom feniramin lebih kuat daripada levonya.
3. Dekstroklorfeniramin
maleat = Polaramine maleat
merupakan enantiomer klorfeniramin
yang memutar kekanan. Isomer ini aktivitas anti histaminnya paling dominan dan
mempunyai konfigurasi S yang super imposable
pada konfigurasi S enantiomorf karbinok - samin levorotatori yang lebih aktif.
4. Bromfeniramin
maleat = Dometane maleat
Kegunaan sama dengan klorfeniramin maleat senyawa
ini mempunyai waktu kerja yang panjang dan efektif dalam dosis 50 x lebih kecil
daripada dosis tripelenamin.
5. Dekstrobromfeniramin
maleat = Disomer
Aktivitasnya
didominasi oleh isomer dekstro, dan potensinya sebanding.
4.DERIVAT PIPERAZIN
Obat-obat kelompok ini
tidak memiliki inti etilamin, melainkan piperazin. Pada umumnya bersifat
long-acting, lebih dari 10 jam.
a.Siklizin : Marzine
Mulai kerjanya pesat
dan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama digunakan sebagai anti-emetik dan
pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat ini sebaiknya jangan diberikan
pada wanita hamil pada trimester pertama.
b.Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF)
Derivat cinnamyl dari
siklizin ini disamping kerja antihistaminnya juga berdaya vasodilatasi perifer.
Sifat ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriol-arteriol perifer
dan di otak (betis,kaki-tangan) yang disebabkan oleh penghambatan masuknya
ion-Ca kedalam sel otot polos. Mulai kerjanya agak cepat dan bertahan 6-8 jam,
efek sedatifnya ringan. Banyak digunakan sebagai obat pusing-pusing dan kuping
berdengung (vertigo, tinnitus).
5.DERIVAT FENOTIAZIN
Senyawa- senyawa
trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu
kuat dan seringkali berdaya sentral kuat dengan efek neuroleptik.
a.Prometazin: (Phenergan (R.P.)).
a.Prometazin: (Phenergan (R.P.)).
Antihistamin tertua ini
(1949) digunakan pada reaksi-reaksi alergi akibat serangga dan tumbuh-tumbuhan,
sebagai anti-emetik untuk mencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu juga pada
pusing-pusing (vertigo) dan sebagai sedativum pada batuk-batuk dan sukar tidur,
terutama pada anak-anak. Efek samping yang umum adalah kadang-kadang dapat
terjadi hipotensi,hipotermia(suhu badan rendah), dan efek-efek darah
(leucopenia, agranulocytosis)
•Tiazinamium (Multergan, R.P.)
•Oksomemazin (Doxergan, R.P.)
•Alimemazin (Nedeltran®)
•Fonazin (Dimetiotiazin)
b.Isotipendil: Andantol (Homburg)
Derivat aso-fenotiazin
ini kerjanya pendek dari prometazin dengan efek sedatif lebih ringan.
•Mequitazin (Mircol, ACP)
•Mequitazin (Mircol, ACP)
•Meltidazin (Ticaryl, M.J.)
Farmakodinamik :
Fenotiazin
mempunyai efek farmakologi yang meliputi efek pada susunan saraf pusat, system otonom,
dan system endokrin. Efek terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai
reseptor diantaranya dopamine, reseptor α-adrenergik, muskarinik, histamine H1 dan
reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. Pada ssp menimbulkan
sedasi. Pada otot rangka menyebabkan relaksasi otot rangka. Dan pada hipotensi
ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat.
Farmakokinetik :
Kebanyakan
antipsikosis di absorpsi sempurna, sebagian diantaranya mengalami metabolism lintas
pertama. Bioavailabilitas klorpromazin dan tioridazin berkisar 25-3% sedangkan
haloperidol mencapai 65%. Kebanyakan antipsikosis bersifat larut dan terikat
kuatdengan protein plasma serta memiliki volume distribusi yang besar (lebih
dari 7 L/Kg). metabolit klorpromazin di temukan di urin sampai beberapa minggu
setelah pemerian obat terakhir.
Hubungan struktur dan aktivitas
1. Gugus pada R2 dapat menentukan
kerapatan elektron system cincin. Senywa mempunyai aktivitas yang besar bila
gugus pada Rr bersifat penarik electron dan tidak terionisasi. Makin besar
kekuatan penarik electron makin tinggi aktifitasnya. Substitusi pada R2 dengan
gugus Cl atau CF3 akan meningkatkan aktifitas. Substituent CF3 lebih aktif disbanding
Cl karena mempunyai kekuatan penarik electron lebih besar tetapi efek samping
gejala ekstrapiramidal ternyata juga lebih besar. Substitusi pada R2 dengan
gugus tioalkil (SCH3), senyawa tetap mempunyai aktifitas tranquilizer dan dapat
menurunkan efek samping ekstrapiramidal. Substitusi dengan gugus asli (COR),
senyawa tetapmenunjukkan aktifitas tranquilizer.
2. Substitusi pada posisi 1,3 dan 4
pada kedua cincin aromatic akan menghilang aktifitas transquilizer.
3. Bila jumlah atom C yang mengikat
nitrogen adalah 3, senyawa menunjukkan aktifitas tranquilizer optimal. Bila jumlah
atom C = 2, senyawa menunjukkan aktifitas penekan ssp yang moderat tetapi efek
antihistamin dan anti Parkinson lebih dominan.
4. Adanya percabangan pada posisi β–alkil
dapat mengubah aktifitas farmakologisnya. Substitusi β–metil dapat meningkatkan
aktifitas antihistamin dan antipruritiknya. Adanya substitusi tersebut menyebabkan
senyawa bersifat optis aktif dan stereoselektif. Isomer levo lebih aktif di
bandingkan dengan isomer dekstro.
TURUNAN
ETER AMINO ALKIL (KOLAMIN)
Hubungan
struktur dan aktifitas
1. Pemasukan
gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatik akan meningkatkan
aktivitas dan menurunkan efek samping.
2.
Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin
aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan
menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik.
3. Senyawa
turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna
karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok
kolinergik.
Daftar Pustaka
Ganis S.G, Setiabudy R, Suiyatna. F.D.
1995. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: UI Press.
Siswanto.
2000. Kimia Medisinal jilid 2.
Jakarta : Airlangga.
Pertanyaan
:
1. Dalam peran mengobati alergi, bagaimanakah kerja dari obat antihistamin ?
2. Berikan contoh obat
antihistamin yang umum di gunakan ?
3. Jelaskan
mekanisme kerja dari AH1 dan AH2 ?
4. Antihistamin tentu memiliki efek samping, apa saja efek
samping yang paling sering terjadi dari penggunaan obat antihistamin?
5. Berikan beberapa contoh obat
antihistamin yang efektif digunakan!
Saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 4
BalasHapusberdasarkan beberapa buku dan artikel yang saya baca efek Samping Antihistamin: Mengantuk adalah efek samping utama pada sebagian besar antihistamin golongan lama, walaupun stimulasi yang paradoksikal dapat terjadi meski jarang (terutama pada pemberian dosis tinggi atau pada anak dan pada lanjut usia). Mengantuk dapat menghilang setelah beberapa hari pengobatan dan jauh kurang dengan antihistamin yang lebih baru.
Efek samping yang lebih sering terjadi dengan antihistamin golongan lama meliputi sakit kepala, gangguan psikomotor, dan efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur.
selain itu dapat menyebabkan diskaria , walaupun jarang terjadi, ruam,serta juga dapat menyebabkan sensitiasi pada pemakaian topikal
Hapussaya setuju dengan pendapat ummi, efek mengantuk pada AH1 generasi kedua lebih berkurang daripada daripada AH1 generasi pertama. karena generasi kedua perbaikan dari generasi pertama
HapusMenghambat reseptor H1 H1-blockers (antihistaminika klasik) Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
BalasHapusMenghambat reseptor H2. H2-blockers (Penghambat asma) obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
hai mufty, wahh sangat bermanfaat sekali infonya. disini saya akan mencoba membantu menjawab pertanyaan no. 1 yaitu bagaimana mekanisme kerja antihistamin dalam mengatasi reaksi alergi. jawabannya adalah Histamin dapat meniwahhkan efek bika berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3. Interaksi histamin dengan reseptor H1 menyebabkan interaksi oto polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan meningkatkan sekresi usus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma protein yang menyebabkan sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini di blok oleh antagonis-1. Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung di sebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini di blok oleh antagonis H2. Reseptor H3 adalah resptor histamin yabg baru di ketemukan pada tahun 1987 oleh arrange dan kawan-kawan, terletak pada ujung syaraf aringan otak dan jaringan perifer yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini di blok antagonis H3.
BalasHapussemoga membantu mufty:)
hai mufty, wahh sangat bermanfaat sekali infonya. disini saya akan mencoba membantu menjawab pertanyaan no. 1 yaitu bagaimana mekanisme kerja antihistamin dalam mengatasi reaksi alergi. jawabannya adalah Histamin dapat meniwahhkan efek bika berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3. Interaksi histamin dengan reseptor H1 menyebabkan interaksi oto polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan meningkatkan sekresi usus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma protein yang menyebabkan sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini di blok oleh antagonis-1. Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung di sebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini di blok oleh antagonis H2. Reseptor H3 adalah resptor histamin yabg baru di ketemukan pada tahun 1987 oleh arrange dan kawan-kawan, terletak pada ujung syaraf aringan otak dan jaringan perifer yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini di blok antagonis H3.
BalasHapussemoga membantu mufty:)
hi armi, saya ingin membantu menjawab pertanyaan ke 4 mengenai efek samping dari anti histamin. saya beri contoh salah satu obat yang sering di gunakan adalah cetirizin ES nya:
BalasHapusReaksi alergi yang semakin buruk seperti pembengkakan pada wajah, lidah, leher, tenggorokan, hingga sulit untuk bernapas.
Mengalami kejang-kejang.
Hingga memar pada bagian bawah jaringan/lapisan kulit yang disertai mudah terjadinya pendarahan.
Untuk jawaban no 2. menurut saya antihistamin yang sering digunakan adalah cimetidin, ranitidin, cetirizin, dan CTM
BalasHapusiya saya setuju dengan yasir, namun untuk penggunaan dapat di konsultasikan dahulu ke dokter agar efek samping yang tidak di inginkan dapat dihindarkan
Hapusbenar sekali. yang paling banyak digunakan adalah ctm karena juga mempertimbangkan segi ekonomi
HapusSaya akan membantu menjawab permasalahan no. 1
BalasHapusAntihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2 dan H3.
Antagonis-H1 terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi.
Menurut Suswandono dan Bambang (2008), Antagonis-H1 bekerja dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamin pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Diklinik digunakan untuk mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca, misalnya radang selaput lendir hidung, bersin, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit, seperti pruriti untikaria, ekzem dan dermatitis.
Pertanyaan no.4
BalasHapusAntagonis H1
Efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare. Efek samping akibat efek muskarinik ini tidak terjadi pada antagonis H1 generasi II. Meskipun jarang, efek samping pada antagonis H1 generasi II dapat berupa torsades de pointes, yaitu terjadi perpanjangan interval QT. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan obat, terutama terfenadin dan astemizol, dalam dosis takar lajak, adanya gangguan hepatik yang mengganggu sistem sitokrom P450, atau adanya interaksi dengan obat lain. Perpanjangan QT interval diduga terjadi karena obat-obat tersebut menghambat saluran K+. Selain itu, juga dapat terjadi dermatitis alergik karena penggunaan topikal. Pada keracunan akut antagonis H1 , dapat terjadi suatu sindrom beruapa adanya halusinogen, ataksia, tidak adanya koordinasi otot, dan kejang.
Antagonis H2
Laporan yang terbanyak tentang efek samping adalah simetidin dan ranitidin karena banyak penderita yang telah diobati dengan kedua macam obat ini. Namun, secara keseluruhan, kejadian efek samping kedua obat tersebut rendah. Efek samping simetidin, pernah dilaporkan dapat berupa pusing, sakit kepala, lesu, nyeri otot, gangguan seksual, ginekomastia, dan diare. Gejal SSP, seperti somnolens dan kebingungan lebih banyak lagi terjadi pada orang tua dan gangguan penderita ginjal. Hilangnya libido, impoten, dan ginekomastia terjadi pada gangguan simetidin jangka panjang, dan diduga karena obat ini meningkatkan prolaktin dan mengikat reseptor androgen. Simetidin juga dilaporkan dapat menghambat sitokrom P450 hati dan menimbulkan gangguan darah, seperti trombositopenia, granulositopenia, dan neutropenia. Sementara itu, pada ranitidin, kejadian kebingungan, ginekomastia, gangguan seksual, ataupun gangguan darah lebih jarang terjadi dibandingkan dengan simetidin. Efek samping famotidin yang sering terjadi berupa sakit kepala, konstipasi bahkan diare dan kejadian efek samping tersebut hampir sama dengan nizatin.
Daftar Pustaka
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
nmr 2 dan 5 biasa di gunakan CTM karna sgt mudah utk mndptkan obatnya dan tentunya tanpa resep
BalasHapussaya setuju, bahwa antihistamin yg efektif dan biasanya digunakan yaitu CTM
HapusSelain itu obat yg bnyak digunakan adalah cimetidin, ranitidin dan cetirizin.
HapusDimana obat-obatan tersebut dapat diperoleh di apotek ataupun toko obat
Saya ingin menambahkan klo ctm itu sendiri memiliki efek sedatif
Hapusmenurut saya jawaban no 5 yaitu antihistamin golongan H1
BalasHapusUntuk pertanyaan no 5 ,menurut saya kita tidak dapat menentukan antihistamin mana yanh paling efektif karena obat golongan ini tidak hanya memiliki satu efek yang sama jadi untuk menentukan efektif atau tidaknya akan disesuaikan dengan kondisi pasien itu sendiri,tetapi sebagai contoh berdasarkan peresepan yang diberikan oleh dokter di RDUD Raden Mattaher Jambi pada anti histamin yang memiliki efek sebagai anti alergi cetirizin lebih sering digunakan dibandingkan loratadin yang memiliki efek sama,hal ini dikarenakan cetirizin menimbulkan efek samping mengantuk yang lebih sedikit dibanding loratadin selain itu juga waktu onset yang dibutuhkan cetirizin lebih singkat dari pada loratdin (waktu pemberian efek yang diberikan oleh loratadin akan terasa setelah 24 jam pemakaian pertama)
BalasHapus5. AH Generasi ketiga(CDL dan Norastemizole) Kadar antihistamin generasi ketiga ini dalam plasma mempunyai batas keamanan yang lebih baik, sehingga dapat digunakan secara luas seperti pada rinitis alergika, urtikaria dan kemungkinan untuk asma. Namun, obat ini belum dipasarkan di Indonesia.
BalasHapusuntuk jawaban nomor 2. salah satunya adalah cetirizine
BalasHapusAntihistamin yang saat ini menjadi perhatian para klinisi dan lebih mulai dipertimbangkan dalam penggnaan klinis adalah Cetirizine yang merupakan antihistamin yang sangat kuat dan spesifik. Cetirizine merupakan antagonis reseptor histamin-1(H1) generasi kedua yang aman digunakan pada terapi alergi. Selain mempunyai efek antihistamin, cetirizine juga mempunyai efek antiinflamasi. Efek antiinflamasi cetirizine terutama ditunjukkan melalui penghambatan kemotaksis sel inflamasi. Efek antiinflamasi cetirizine juga tercapai melalui penghambatan ekspresi molekul adhesi yang berperan dalam proses penarikan sel inflamasi.
BalasHapussaya akan menjawab pertanyaan no. 1 antihistamin bekerja dengan cara menduduki reseptor histamin sehingga histamin tidak dapat berikatan dengan reseptor dan menimbulkan efek
BalasHapusya, saya sependapat dengan nurul, dimana AH1 bekerja secara kompetisi dengan histamin pada reseptor H1 sehingga histamin tidak dapat berikatan pada reseptor dan tidak menimbulkan efek alergi
Hapushai army,saya juga akan menjawab pertanyaan nomor 1
BalasHapus1.H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi
2.H2-blockers (Penghambat asma)
obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
no 2: Cetirizine, Loratadine,Fexofenadine,Diphenhydramine
BalasHapusNo 3
BalasHapusAntagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
2. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
saya akan menjawab pertanyaan no 3
BalasHapusMenghambat reseptor H1 H1-blockers (antihistaminika klasik) Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
Menghambat reseptor H2. H2-blockers (Penghambat asma) obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
assalamualaikum saya akan menambah kan Efek samping yang lebih sering terjadi dengan antihistamin golongan lama meliputi sakit kepala, gangguan psikomotor, dan efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur,selain itu dapat menyebabkan diskaria , walaupun jarang terjadi, ruam,serta juga dapat menyebabkan sensitiasi pada pemakaian topikal
BalasHapussaya menjawab pertanyaan ke 4 mengenai efek samping dari anti histamin.
BalasHapuscontoh salah satu obat yang sering di gunakan adalah cetirizin ES nya:
Reaksi alergi yang semakin buruk seperti pembengkakan pada wajah, lidah, leher, tenggorokan, hingga sulit untuk bernapas.
Mengalami kejang-kejang.
Hingga memar pada bagian bawah jaringan/lapisan kulit yang disertai mudah terjadinya pendarahan.
5. Generasi pertama. Jenis ini memiliki efek menenangkan. Ketika diminum, ada efek samping umum yang bisa Anda rasakan seperti mengantuk, pusing, konstipasi, mulut kering, gangguan dalam berpikir, penglihatan buram dan sulit mengosongkan kandung kemih.
BalasHapusJenis-jenis antihistamin generasi pertama antara lain clemastine, alimemazine, chlorphenamine, cyproheptadine, hydroxyzine, ketotifen dan promethazine.
Generasi kedua. Jenis ini tidak memiliki efek penenang. Ketika diminum, efek mengantuk tidak akan sebesar obat generasi pertama. Meski begitu, Anda tetap harus berhati-hati ketika mengonsumsinya sambil mengemudi dan mengoperasikan alat berat. Karena efek mengantuk masih mungkin bisa terjadi. Antihistamin generasi kedua memiliki efek samping yang lebih sedikit ketimbang generasi pertama. Efek sampingnya yaitu mulut kering, sakit kepala, hidung kering, dan merasa mual.
Jenis-jenis antihistamin generasi kedua antara lain fexofenadine, levocetirizine, loratadine, mizolastine acrivastine, cetirizine, dan desloratadine.
antihistamin yang efektif menurut saya seperti cetirizine, loratadin, simetidin
BalasHapus